PADA sebuah acara pertemuan keluarga, Dio, bocah berusia tiga tahun tiba-tiba bilang "bego". Ratih, sang mama yang mendengar ucapan itu jelas kaget sekaligus malu. Walau telah diberi pengertian bahwa hal itu tak baik, Dio tetap mengulanginya berkali-kali hingga Ratih mendiamkan putranya itu selama sepuluh menit.
Melihat reaksi orang di sekelilingnya yang juga mendiamkannya, akhirnya Dio berhenti berkata-kata. Waduh, Dio tahu istilah itu darimana, ya?
Untuk menguak lebih jelas mengenai hal itu, Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi., Lembaga Psikologi Terapan UI (LPT UI) memberikan pemaparannya:
Sarana Mengekspresikan Perasaan
Proses alami meniru ucapan -terjadi pada anak usia 1-3 tahun- sebenarnya memberikan manfaat positif karena anak akan belajar bicara, belajar bahasa, juga bisa menambah kosakata.
Tak hanya itu, membeo bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan perasaan, keinginan, dan kebutuhan anak. Umpamanya, anak sering mendengar orangtuanya berkata "aku haus" sebelum minum segelas air. Anak pun akan belajar untuk mengekpresikan hal serupa.
Saat ia merasa haus, ia lalu mengutarakan keinginannya itu dengan berkata "aku haus". Tentu saja, kemampuan berekspresi dengan kata-kata tadi merupakan hasil dari peniruan yang bermanfaat sebagai pelepasan emosi.
Dampak Negatif
Selain manfaat positif, membeo juga bisa membawa dampak negatif. Misalnya saja, anak mendengar ucapan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya atau dari tayangan televisi. Kalimat yang di dengarnya bisa jadi adalah kata-kata yang tidak sopan. Tapi ingat, anak hanya menirukan ucapan tadi tanpa tahu apa maksudnya, persis seperti burung beo.
Itulah sebabnya, bila orangtua menemui kasus seperti Dio di atas, jangan langsung menyalahkan dan memberi label sebagai anak nakal. Karena pada dasarnya ia tidak memahami arti dari kata-kata tersebut. Bisa jadi itu ia lakukan sebagai ajang untuk mencari perhatian saja.
Citra Diri Buruk
Si kecil mungkin belum memahami arti kata-kata kurang baik tersebut, tapi apa yang diucapkannya bisa membuat citra diri si kecil menjadi negatif di mata lingkungan. Tak hanya itu, citra negatif tersebut bisa saja menular kepada diri Anda sebagai orangtua, anggapan miring dari lingkungan seperti "orangtua tidak becus mendidik anak" bisa saja muncul.
Agar hal tersebut tidak terjadi, upayakan memberikan contoh kata-kata sederhana dan sopan pada anak setiap hari. Pasalnya, jika kebiasaan jelek tadi terbawa hingga besar, si kecil akan sangat mudah melontarkan kata-kata tidak sopan dan kasar saat sedang emosi. Anda tak mau itu terjadi, bukan?
Tip Hadapi si Pembeo
1. Jika anak menirukan ucapan positif, Moms bisa memberikan reward seperti senyuman, mengacungkan jempol, bertepuk tangan atau bentuk perhatian positif lainnya. Tapi, tak usah dilakukan berlebihan seperti memberikan hadiah.
2. Sebaliknya, bila ia meniru ucapan negatif, Moms bisa berikan pengertian kepada anak bahwa kata–kata tersebut tidak baik diucapkan karena bisa menyakiti orang lain, misalnya. Tapi jika ia tetap mengulangi, abaikan saja karena anak melakukannya hanya untuk mencari perhatian.
3. Kadang-kadang anak meniru bukan karena tidak tahu arti kata-kata yang diucapkannya, tapi justru karena dia suka melihat reaksi dari orang-orang di sekitarnya. Misalnya, saat ia mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, Moms memberi perhatian (meski dalam bentuk ekspresi marah atau pelototan), anak akan merasa mendapatkan "reward" sehingga akan mengulanginya lagi.
Jadi, harus bagaimana? Jika anak masih terlalu kecil untuk diberi pengertian, abaikan saja. Tapi bila anak sudah lebih besar, berikan pengertian perihal makna ucapan yang dia lontarkan. Jika sudah keterlaluan, orangtua boleh menunjukkan sikap tidak suka atas ucapan anak tadi dengan mengatakan, "Mama tidak suka bila Dio berkata seperti itu lagi!" Yang terpenting, jangan lantas marah begitu mendengar umpatan si kecil. Takutnya, bila Moms langsung marah, anak bisa jadi mendapatkan apa yang diinginkannya yaitu perhatian.
4. Cari kata pengganti. Bila anak sudah sulit diberi pengertian biasanya ia akan menentang bahkan cenderung mengulang perkataan yang dilarang. Atasi dengan mencari padanan kata yang tidak terdengar kasar. Misalnya, anak berkata "Kakak monyet", Moms bisa menggantinya dengan "Kakak bukan monyet, kakak manusia".
5. Biasakan anak untuk berkata sopan jika bertemu dengan teman atau orang yang lebih tua. Misalnya ucapkan "halo" kepada teman atau "selamat pagi" kepada orang yang lebih tua. Jangan lupa mengajarkan ucapan "terima kasih" pada saat mendapat sesuatu dari orang lain dan mengucapkan "permisi" ketika akan lewat di depan orang yang lebih tua.
6. Berikan konsekuensi. Konsekuensi bisa diterapkan jika arahan yang berulang kali diberikan tidak mempan juga dan sama sekali tak mengubah perilakunya. Konsekuensi yang diberikan sebaiknya bersifat mendidik, seperti tidak boleh main sepeda beberapa hari. Jadi, bukan dengan hujatan apalagi hukuman fisik.
7. Cari sumber peniruan. Hal penting yang tidak boleh ditinggalkan adalah menelusuri sumber dari kata-kata negatif tersebut. Hentikan bila ucapan tersebut berasal dari Anda, hapus kata tersebut dari pembicaraan sehari-hari. Sementara bila ucapan itu berasal dari temannya, arahkan untuk tidak berkata seperti itu lagi sambil memberikan contoh bahasa yang baik. Ingatlah untuk selalu selektif memilih acara televisi untuk anak dan selalu dampingi dia saat menonton.
sumber : http://lifestyle.okezone.com