Welcome...Thanks for your visit....
Blog ini berisi informasi seputar Bayi, Balita, Batita, Kehamilan, Ibu Menyusui, Keluarga, Kesehatan, Kuliner, dll
--- Scroll ke bawah utk melihat Index atau Klik Tab2 dibawah ini ...

Tuesday, May 18, 2010

BAB Bayi

Baru-baru ini Lola mengkhawatirkan bayinya yang baru berusia 2,5 bulan. Pasalnya, kebiasaan buang air besar (BAB) si kecil mendadak jadi tidak beraturan. Seminggu yang lalu Daffar pup tiap hari, kemudian tiga hari yang lalu BAB dilakukan setiap 2 hari. Selanjutnya jadi setiap 4 hari. Aduh, kenapa, ya? Apakah normal dan sampai berapa lama masih bisa ditoleransi?
Kekhawatiran ibu seperti itu memang wajar. Namun, sebetulnya, asalkan si bayi terlihat enjoy (tenang-tenang saja) berat badannya bertambah, menyusunya tetap baik, tidak rewel, tidak kembung, dan tidak sering menangis ibu tak perlu khawatir. Justru asal tahu saja, kegelisahan ibu yang berlebihan dapat menyebabkan BAB bayi terganggu, sebab saat menyusui kondisi psikologis yang dialami ibu dapat dirasakan oleh bayi yang pada akhirnya mempengaruhi mekanisme fisiologis BAB-nya.
Lagi pula, frekuensi BAB bayi yang mendapat ASI eksklusif masih bisa ditoleransi hingga 10 hari. Frekuensi ini sangat dipengaruhi pergerakan makanan dari mulut ke anus yang semakin ke bawah semakin melambat. Waktu transit makanan di dalam perut sampai kembali keluar, pada bayi usia 1-3 bulan lamanya sekitar 8,5 jam. Lantaran itulah frekuensi BAB bayi usia ini paling lama bisa mencapai 4-6 kali sehari. Sedangkan pada bayi 4-24 bulan, waktu transit makanannya bertambah menjadi 16 jam dan pada usia 3-13 tahun waktunya mencapai 26 jam. Barulah pada saat dewasa menjadi 48 jam. Ini menjawab mengapa frekuensi BAB bayi yang sebelumnya lancar menjadi makin jarang.
Dengan adanya waktu transit yang lebih panjang, proses penyerapan zat-zat makanan jadi lebih optimal. Makanan yang masuk ke dalam usus halus setelah diproses dalam bentuk encer kemudian akan masuk ke usus besar. Nah, selama berproses di usus besar sampai ke anus, di situ terjadi kembali penyerapan (reabsorbsi). Pada akhirnya terkumpullah sisa penyerapan makanan dalam bentuk tinja dengan konsistensi agak padat namun tetap lunak dengan warna antara kuning, cokelat atau agak kehijauan.
Tapi, BAB yang semakin jarang tak bisa didiamkan bila disertai tanda-tanda ketidaknormalan. Misal, disertai muntah, perut kembung, sering menangis atau rewel, bila diraba perutnya terasa keras, ada darah pada tinjanya, berat badan tidak naik pada bulan berikutnya, atau tanda-tanda lain yang mencurigakan.
Perhatikan pula bagaimana frekuensi BAB serta bagaimana bentuk tinjanya. Tinja yang berbentuk bulat-bulat kecil menandakan ada timbunan tinja di dalam usus besarnya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh gangguan fungsional, misalnya bayi menahan keinginan BAB karena pernah punya pengalaman sakit akibat feses atau tinja yang keras. Sebagian kecil lainnya bisa disebabkan kelainan organik, seperti penyempitan rektum (penyakit Hirschsprung) atau lubang dubur terlalu ke depan. Keadaan ini sering diselingi dengan keluarnya tinja encer sedikit-sedikit. Dengan demikian, gangguan sembelit yang sifatnya fungsional dapat dipengaruhi oleh faktor asupan seperti komposisi makanan dan jumlah cairan yang masuk, dan faktor psikologis. Namun begitu, terlambat BAB pun bisa diawali oleh masalah teknis. Jika bayi tidak menguasai teknik mengedan yang benar, ia tidak akan menghasilkan dorongan yang dapat mengeluarkan tinjanya. Pada kasus seperti ini, orangtua tidak perlu kawatir, karena bayi akan belajar sendiri bagaimana mengedan yang benar
Tanpa gejala sakit yang mencurigakan, bayi tidak dianjurkan diberi obat pencahar karena dikhawatirkan justru akan mengganggu mekanisme fisiologis normal BAB-nya. Bayi juga berisiko mengalami ketergantungan pada perangsang BAB ini. Jadi tak perlu menginterupsinya dengan obat-obatan kecuali dokter memberikan dengan pertimbangan tertentu. Itu pun dengan catatan tidak terlalu sering dan lama.

sumber : http://dokteranakku.com