Welcome...Thanks for your visit....
Blog ini berisi informasi seputar Bayi, Balita, Batita, Kehamilan, Ibu Menyusui, Keluarga, Kesehatan, Kuliner, dll
--- Scroll ke bawah utk melihat Index atau Klik Tab2 dibawah ini ...

Wednesday, November 9, 2011

Makan Cukup Kok Tak Jadi 'Daging'?

Di usia 6 tahun, badan Dido, sebut saja begitu, tidaklah "sesehat" teman-temannya. Anak ini tetap saja kurus walaupun sang ibu sudah berusaha menjejalinya dengan aneka makanan dengan gizi berlimpah. Apa yang salah ya?
Sebelum bicara lebih jauh mengenai kemampuan penyerapan tubuh, dr. Hadjat S. Digdowirogo, SpA ., dari Bagian Gastro Hepatologi, RS Medika Permata Hijau, Jakarta mengingatkan, "Bagaimana pertumbuhan anak setelah lahir tidak lepas dari bagaimana kondisinya selama dalam kandungan. Bila dalam kandungan pertumbuhannya bagus, maka setelah lahir pun diharapkan pertumbuhannya optimal, termasuk refleks isap yang akhirnya berpengaruh pada alat-alat pencernaannya."
Jadi, optimal atau tidaknya pertumbuhan anak, tergantung pada banyak faktor. Makanan hanyalah salah satu di antaranya.
ANABOLISME VS KATABOLISME
Hadjat lantas menganalogikan tubuh manusia dengan mesin. Seandainya mobil, ada yang bensinnya boros dan ada juga yang bensinnya irit walaupun tenaga yang dihasilkan sama. Analogi tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan secara gampang apa yang dinamakan anabolisme dan apa itu katabolisme.
Anabolisme, kata Hadjat, adalah kemampuan tubuh untuk menyimpan sari-sari yang dianggap penting dari makanan yang masuk. Kebalikannya, katabolisme adalah kemampuan tubuh untuk menghancurkannya. Jadi, kemampuan anabolisme dan katabolisme tubuh masing-masing anak memang berbeda.
Jika tubuhnya mempunyai kemampuan anabolisme yang baik, maka makanan yang masuk dengan sendirinya dapat disimpan dengan baik pula dan akhirnya "jadi daging". Kebalikannya adalah anak yang sistem katabolismenya lebih tinggi. Begitu makanan masuk, sebelum diserap pun sudah banyak yang hancur. Makanya jangan heran bila 2 anak yang diberi intake sama menunjukkan berat tubuh yang berbeda, karena sistem dalam masing-masing tubuhnya juga berlainan.
Deteksi yang paling mudah untuk menentukan apakah kemampuan anabolik seorang anak lebih baik dari kemampuan kataboliknya adalah dengan melihat perbandingan antara makanan yang dikonsumsinya, apakah sesuai atau tidak dengan pertumbuhannya. Meski bukan berarti anak yang kemampuan katabolisme tubuhnya lebih tinggi dipastikan pembuangannya jadi lebih banyak. Pasalnya, semua makanan akan diolah oleh tubuh. Akan tetapi sel-sel tubuhlah yang akan memanfaatkannya atau tidak. Perlu diketahui, jika nutrisi tersebut tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh sel tentu akan menumpuk dan bisa jadi sumber penyakit.
Menurut Hadjat, kemampuan anabolisme dan katabolisme ini lebih bersifat genetis alias diwariskan secara turun-temurun. Untuk memperbaikinya ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya menggunakan terapi hormon. "Namun hal ini jarang sekali diterapkan pada manusia," ungkap Hadjat. Walaupun begitu ada juga obat-obatan yang fungsinya meningkatkan kemampuan anabolisme tubuh, misalnya kortikosteroid.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan feses. Dari pemeriksaan ini bisa diketahui bila fesesnya ternyata mengandung banyak zat makanan yang seharusnya diserap tubuh. Begitu pula jika ternyata anak kekurangan enzim. Untuk mengatasinya, "Bisa saja anak ini diberi preparat enzim supaya pencernaannya lebih bagus," utur Hadjat. Sementara pemberian susu formula tertentu yang diklaim bisa menambah berat badan anak sebaiknya hanya dikonsumsi saat tertentu saja, misalnya setelah anak sembuh dari sakit berat dan sebagainya. Konsumsi susu seperti ini tidak disarankan dilakukan dalam jangka panjang.
FAKTOR LAIN
Selain faktor dari dalam tubuh sendiri yaitu mekanisme anabolisme dan katabolisme, ada juga beberapa faktor lain yang bisa menyebabkan konsumsi makan tidak sebanding dengan pertumbuhan berat badan anak. Untuk memastikan bahwa ada masalah dengan penyerapan makanan, maka harus ada indikator seperti di bawah ini.
* Makanan
Dari makanan sendiri ada beberapa sebab, di antaranya intake (jumlah makanan yang masuk ke tubuh) memang kurang karena beberapa gangguan, seperti karena bibir sumbing dan kelainan lainnya. Bisa juga makanan jadi kurang karena suatu penyakit yang menyebabkan makanan itu keluar secara berlebihan. Contohnya diare kronik yang berulang-ulang dan terjadi dalam waktu lama, intoleransi laktosa, gangguan pencernaan lemak, dan sebagainya.
* Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah gastro esofageal refluks (GER) bisa juga menjadi penyebab. Akibat adanya gangguan ini, makanan jadi tidak sampai ke saluran cerna karena "pintu" menuju usus tidak menutup dengan rapat, sehingga intake yang sudah masuk akan keluar lagi berupa muntah tanpa bisa diserap oleh tubuh.
Atau bisa juga "pintu" lain yang menuju proses pembuangan menutup terlalu rapat, sehingga intake tidak bisa melewatinya, bahkan keluar lagi dalam bentuk muntahan juga. Gangguan ini dikenal dengan namahipertrofi pilorus.
* Metabolisme tubuh
Penyebab lainnya adalah metabolisme atau pengolahan makanan di dalam tubuh yang tidak berjalan sempurna akibat kurangnya hormon pertumbuhan dan penyakit-penyakit kronis semisal diabetes dan sebagainya. Pada penyakit diabetes, pemanfaatan glukosa oleh sel jadi terganggu karena tidak adanya hormon insulin. Akibatnya, semua hasil pengolahan yang seharusnya menjadi energi malah masuk ke gula darah yang kemudian membuat gula darah meninggi.
* Operasi
Penyakit tertentu seperti invaginasi mengharuskan penderitanya dioperasi dan dibuatkan lubang pembuangan di perut. Pada kasus ini, seringkali proses penyerapan makanan belum selesai tapi sudah ada sisa makanan yang dikeluarkan tubuh.
* Umur
Dalam perjalanannya, tubuh akan membagi masa pertumbuhan menjadi masa pertumbuhan cepat dan masa pertumbuhan lambat. Sebagai gambaran, sebelum satu tahun anak akan mengalami masa pertumbuhan cepat. Di rentang usia ini semua makanan yang masuk akan diserap dengan baik oleh tubuh. Tak heran kalau bayi yang lahir dengan berat 3 kg, ketika berusia setahun beratnya rata-rata sudah mencapai 9 kg.
Setelah itu anak akan memasuki fase pertumbuhan lambat yang ditandai dengan pertambahan berat badan yang relatif tidak banyak selama kurun waktu tertentu. Memasuki usia 10 tahun, anak kembali ke fase pertumbuhan cepat. Artinya, nafsu makan anak akan meningkat drastis diikuti dengan pertumbuhan badan ke atas (bertambah tinggi) dengan cepat. Akan tetapi begitu memasuki usia dewasa, pertumbuhan kembali ke masa pertumbuhan lambat.
* Tergantung aktivitas
Anak-anak pada usia tertentu umumnya sedang giat-giatnya beraktivitas. Makanan sebanyak apa pun yang masuk langsung diproses oleh tubuh dan dibakar menjadi energi guna menopang aktivitasnya. Lalu muncul kesan, yaitu makan banyak tapi tidak "jadi daging". Itu karena karena semua sari makanan yang terserap diubah menjadi energi. Menghadapi kasus-kasus seperti ini, orang tua tidak perlu khawatir.
POLA MAKAN SEIMBANG
Walaupun anak terlihat kurus/pertumbuhan berat badannya tidak optimal, tapi kalau makannya bagus, orang tua sebaiknya tidak perlu khawatir. Apalagi bila sudah di-screening tidak ada penyakit kronis, sudah menjalani pemeriksaan laboratorium dan semua oke alias tidak ada sesuatu yang mencurigakan, anak tetap cerdas, dan jarang sakit. Jadi, "Selama semuanya sudah dipastikan baik-baik saja, bisa jadi secara genetik si anak memang tidak bisa gemuk," tandas Hadjat.
Adapun komposisi kebutuhan makanan setiap anak pada dasarnya sama, yaitu ditinjau dari persentase setiap zat gizi per kilogram berat tubuh. Lalu, tinggal disesuaikan dengan berat badan anak saat itu. Anak yang berat badannya 15 kg, contohnya, tentu kebutuhannya berbeda dengan anak yang berat badannya 30 kg meski kebutuhan per kilonya tetap sama. Hadjat menegaskan pentingnya pola makan yang seimbang.