Welcome...Thanks for your visit....
Blog ini berisi informasi seputar Bayi, Balita, Batita, Kehamilan, Ibu Menyusui, Keluarga, Kesehatan, Kuliner, dll
--- Scroll ke bawah utk melihat Index atau Klik Tab2 dibawah ini ...

Thursday, November 4, 2010

Mengatasi Genitnya Anak di Facebook

Media jejaring sosial, terutama Facebook, semakin akrab dengan segala kalangan, termasuk anak dan remaja. Coba simak saja ungkapan perasaan atau kata-kata yang ditulisakan oleh anak, keponakan, atau adik remaja Anda di Facebook.
Anda akan menemukan dunia anak dan remaja yang begitu "genit" dan kadang tak pernah Anda kira sebelumnya. Orangtua perlu lebih bijak menanggapi kondisi ini, agar mampu menguasai diri dari rasa cemas dan khawatir berlebihan. 


Tak salah jika dikatakan, Facebook di Indonesia menjadi fenomena. Data menunjukkan, Indonesia menjadi negara penyumbang akun Facebook ketiga terbesar, setelah AS dan Inggris. Peringkat ini meningkat tajam, karena pada 2009 lalu Indonesia masih berada di peringkat tujuh di dunia. LaporanKontan menuliskan, Agustus 2010 lalu akun Facebook di Indonesia berjumlah 26 juta. 


Bagaimanapun, jangan dulu memandang negatif genitnya Facebook yang sukses mengambil hati anak Anda. Jejaring sosial tetap ada positifnya. Meski banyak orangtua yang mulai resah karena mendapati anaknya mulai berkencan melalui Facebook.
Kuncinya, orangtua tetap perlu bijaksana dan tidak mudah terlalu curiga atau mencemaskan anak-anaknya. Ini karena rasanya hampir mustahil bagi orangtua melarang anak mengakses Facebook..


"Manfaat Facebook sebenarnya cukup banyak bila digunakan untuk hal positif. Kata kunci untuk mengendalikan anak-anak adalah dengan mengalihkan perhatian mereka," papar Rienny Hassan, pengasuh rubrik psikologi Tabloid Novaseperti dikutip Warta Klub Nova.


Mengapa demam Facebook menjadi fenomena kalangan anak dan remaja?
Rienny menjelaskan, anak usia praremaja dan remaja punya kebutuhan besar untuk mengidentifikasikan diri dengan segala hal yang lekat dengan atribut "keremajaan". "Yang teman-temannya lakukan, terasa wajib ia lakukan pula," tambahnya.


Facebook menjadi wadah berekspresi yang digemari anak pemalu. Mereka mendapatkan kompensasi luar biasa dari kontak sosial di dunia maya, karena tanpa bertatap muka, obrolan bisa mengalir lancar. Efeknya, kata Rienny, "cinta maya" mudah sekali bersemi dan menjadi prioritas utama. Kisah cinta di dunia maya ini menggeser kesenangan lain yang lebih sehat dan mendewasakan dalam konteks dunia nyata.


Orangtua menjadi teladan nyata
Menurut Rienny, fenomena Facebook berakar dari pencarian jati diri, di tempat yang salah, pada waktu yang salah, pada orang yang salah. Orangtua perlu menjadi teladan bagi anak agar anak punya keinginan dan aspirasi. 


Anak perlu ditanamkan kematangan perilaku untuk lebih menghargai dan peduli pada kenyamanan orang lain. Dengan begitu anak mampu berhenti sejenak memikirkan diri sendiri dan punya keinginan menyenangkan hati orangtua atau orang lain di sekitarnya.
Tanpa kematangan seperti ini, egoisme anak akan tumbuh subur. Dampaknya, anak akan cuek, tetap mempertahankan perilaku dan kebiasaan yang membuat orangtua atau orang lain di sekitarnya tak nyaman. 


Rienny menjelaskan, untuk mencetak anak dengan kematangan sikap, orangtua perlu meneladani kejujuran, integritas dalam menjalani hidup, yang merupakan pola ideal untuk diadopsi anak nantinya.
Dengan mengadopsi pola ideal ini, anak mampu menjalani hidup dengan keputusan bertanggung-jawab, termasuk membagi waktu untuk hal yang bermanfaat bagi dirinya. 
Rasanya jika anak memiliki perilaku seperti ini, meski candu Facebook tak bisa dihindari, anak masih bisa membatasi dirinya.


Bicara dengan bahasa anak dan ciptakan hubungan nyata
Rienny mengatakan, orangtua akan tetap bijaksana dan tidak "parno" atau mudah curiga dan cemas tanpa alasan jelas, bila orangtua rajin meng-update diri dengan kemajuan teknologi.


"Orangtua perlu tahu apa itu internet, apa yang terjadi di warnet, apa rasanya ber-Facebook-an, sehingga kesenangan dan kenikmatan yang melanda anak, bisa dihayati pula," katanya. 


Orangtua juga perlu menggunakan bahasa yang sama dengan anak tentang suatu hal. Cara ini akan membuat anak merasa dipercaya sehingga punya tanggung jawab untuk memelihara kepercayaan dari orangtuanya.


"Berikan juga peluang kepada anak untuk merasakan dan kemudian meyakini bahwa individu punya kebutuhan dasar untuk connected. Terhubung secara nyata dengan individu lain, melalui kontak mata, sentuhan, pelukan, dan belaian kasih dari orang yang menyayanginya," jelas Rienny. 


Kesempatan berkomunikasi dan berhubungan langsung dengan anak ini perlu diciptakan orangtua agar anak tak semakin terbenam dalam dunia maya yang hanya menawarkan sentuhan semu dan bukan hubungan yang nyata.


sumber : http://female.kompas.com